Read Time:1 Minute, 48 Second

WARTABUGAR – Tim peneliti dari Johns Hopkins University, Amerika Serikat, telah berhasil  mengembangkan alat  alternatif untuk mendeteksi adanya infeksi malaria dalam tubuh manusia. Alat itu hanya menggunakan cahaya untuk mendiagnosis penyakit yang seringkali mematikan ini.

“Dengan metode yang kami usulkan, tidak ada tusukan jari yang invasif. Sebaliknya, kami sedang mencari cara untuk mendiagnosis apakah seseorang menderita malaria melalui pengukuran non-invasif menggunakan sinar inframerah-dekat,” kata ketua tim pengembang Profesor Ishan Barman, ahli teknik mesin di Whiting School of Engineering dalam medicalxpress.com.

Ini berbeda dengan alat diagnosa sebelumnya. Biasanya tes malaria cepat melibatkan penerapan sampel darah pada strip pengujian yang dapat mendeteksi keberadaan parasit plasmodium penyebab malaria dalam sel darah merah.

Tes semacam ini hanya dapat dilakukan di tempat perawatan seperti klinik atau rumah sakit. Pasien harus menunggu hasilnya  sekitar 20 menit. Namun alat itu tidak cukup untuk mendeteksi infeksi tanpa gejala ketika tingkat parasit dalam darah rendah.

Lalu tim Barman menyempurnakan model tersebut melalui pengembangan perangkat skrining genggam yang dapat memindai lengan atau jari pasien untuk mendeteksi keberadaan malaria, sehingga menghilangkan kebutuhan untuk mengambil darah.

Disebut ParaSpy Plus yang dikutip Medicalxpress.com, teknologi ini bergantung pada probe serat optik yang menggabungkan dua modalitas spektroskopi, spektroskopi Raman bebas label dan spektroskopi reflektansi difus, atau DRS, untuk mengukur parasit malaria dalam sel darah merah secara non-invasif.

Berkat probe serat, pengukuran Raman dan DRS dilakukan secara berurutan secara in vivo tanpa pengambilan sampel darah.

Ketika dikumpulkan oleh perangkat, pengukuran tersebut kemudian akan langsung dimasukkan ke dalam algoritma kecerdasan buatan yang dapat memberikan diagnosis yang cepat dan akurat.

Tim berencana untuk mengintegrasikan teknologi penginderaan baru dan perangkat lunak AI (kecerdasan buatan) ke dalam satu perangkat penyaringan portabel.

Tanpa pengambilan darah atau persiapan sampel apa pun, perangkat ini dapat digunakan untuk menyaring malaria di luar lingkungan klinis, seperti di sekolah atau pusat komunitas.

Tim berharap pada akhir masa proyek tiga tahun, prototipe tersebut akan siap untuk validasi skala besar melalui uji klinis di berbagai wilayah endemis malaria.

“Tujuan kedua dari pekerjaan kami adalah untuk mengeksplorasi kemampuan platform ini untuk mendiagnosis penyakit dengan prevalensi tinggi di antara populasi yang sama, seperti anemia dan penyakit sel sabit,” kata Barman.

Aries Kelana

Sumber: medicalxpress.com.

 

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Previous post Kenali Gejala Gangguan Kepribadian Narsistik
Line Bank Next post LINE dan Ruangguru Luncurkan Program Beasiswa, Tertarik?