OBATDIGITAL – Kanker hati menjadi salah satu penyakit kanker paling mematikan di dunia. Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2020, kanker hati menempati urutan kedua penyakit kanker paling mematikan setelah kanker paru-paru.
Di Indonesia, ada lebih dari 21.000 pasien pengidap kanker hati, dan 90% di antaranya secara spesifik mengidap kanker sel hati, yang disebut juga karsinoma sel hati atau hepatoseluler karsinoma (HCC).
Kanker hati di Indonesia paling banyak disebabkan oleh hepatitis B yang menyerang pasien dalam jangka waktu lama, sehingga kebanyakan pasien datang berkonsultasi saat penyakit sudah terlalu berat untuk disembuhkan.
Dr. dr. Agus Susanto Kosasih, Sp.PK(K), MARS., dokter spesialis patologi klinik FKUI menegaskan kanker hati termasuk silent killer. Deteksi yang terlambat bisa meningkatkan risiko kematian, akan tetapi, jika dilakukan pemeriksaan sejak dini, kelangsungan hidup pasien bisa meningkat hingga 70%.
“Kanker hati adalah silent killer. Stadium awal tidak ada gejala, baru muncul gejala pada stadium lanjut. Hanya 5% kelangsungan hidup 5 tahun bila didiagnosis pada tahap akhir, sedangkan jika didiagnosis di tahap awal, kelangsungan hidup bisa mencapai 40%-70%,” kata Agus Agus pada diskusi virtual yang diselenggarakan Roche Indonesia, (28/9/2021).
Dalam forum yang sama, DR. Dr. Irsan Hasan, SpPD-KGEH, FINASIM., Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Gastroentero Hepatologi FKUI, mengatakan bahwa penyebab tingkat kematian yang tinggi karena pasien datang terlambat. Mayoritas pasien tidak menyadari mereka mengidap hepatitis, dan juga tidak melakukan skrining atau surveilans secara berkala.
“Satu dari sepuluh penduduk Indonesia mengidap hepatitis. Karena berlangsung tanpa gejala, hepatitis kronik jarang terdeteksi,” ujarnya.
Pengobatan Kanker Hati di RSCM Jakarta kebanyakan ditangani dengan best supportive care, yang diberikan bukan obat anti kanker, tetapi obat-obatan yang mendukung organ lain. Biasanya dialami oleh pasien stadium terminal atau pasien yang kesulitan mengakses terapi anti kanker,” ujar Irsan.
Untuk mendeteksi kanker hati stadium awal, harus dilakukan skrining berkala pada kelompok risiko tinggi, seperti pengidap hepatitis, sirosis, keluarga yang menderita kanker hati, dan lainnya. Sementara bagi penderita hepatitis dan sirosis dianjurkan melakukan tes Protein induced by vitamin K absence or Antagonists-II (PIVKA-II), yang dikenal juga dengan istilah des-gamma-carboxyprothrombin (DCP). Ini dilakukan untuk skrining pada pasien berisiko tinggi kanker hati, juga untuk monitoring kekambuhan HCC dan evaluasi respon terapi penderita HCC.
Selain itu, bagi masyarakat umum yang tidak ada riwayat penyakit hepatitis sekalipun, direkomendasikan untuk melakukan tes darah alpha-fetoprotein (AFP) yang bisa dilakukan setiap 3-6 bulan sekali, serta pemeriksaan ultrasonografi (USG) hati setiap 6-12 bulan. Hal ini guna mencegah risiko kanker hati stadium lanjut yang sudah sulit ditangani.
Lantas bagaimana cara untuk mencegah berkembangnya penyakit kanker hati sebelum bertambah parah? Dr. Irsan menjelaskan, faktor risiko kanker hati di Indonesia yang tinggi disebabkan oleh virus hepatitis. Beberapa hal yang bisa dilakukan yaitu deteksi dini virus sejak dalam kandungan.
“Yang bisa dilakukan adalah imunisasi bayi serta screening ibu hamil. Kalau vaksinasi sudah bagus, faktor kanker hati yaitu fatty liver biasanya dialami oleh orang dengan obesitas dan kolesterol tinggi, kuncinya (pencegahan dilakukan dengan) makan sehat dan olahraga,” ujar Dr. Irsan.
Lebih lanjut, Dr. Irsan pun mengingatkan agar masyarakat berhati-hati saat didiagnosis penyakit lambung, karena bisa saja itu berpotensi sebagai gejala awal kanker hati. Pasalnya, karena tidak ada gejala yang khas, biasanya pasien kanker hati kerap dianggap hanya sakit lambung/maag.
Bagaimana cara membedakan antara gejala awal kanker hati dengan sakit maag? Tidak selalu mudah, Dr. Irsan menganjurkan pasien untuk rutin memeriksakan diri ke dokter.
“Untuk deteksi kanker memerlukan pemeriksaan-pemeriksaan seperti USG, PIVKA, ASP. Kanker itu biasanya progresif, makin lama makin berat, misalnya ada penurunan berat badan yang signifikan, lalu ada pembesaran organ hati yang terasa bengkak. Jika sakit maag tidak kunjung membaik, pasien bisa memeriksakan dengan USG dan endoskopi,” tutupnya.
About Post Author
Berita Lainnya
EU-ASEAN Sepakat Tingkatkan Layanan Kesehatan
WARTABUGAR - Dewan Bisnis UE-ASEAN (EU-ABC) dengan senang hati mendukung publikasi terbaru laporan “Building a Healthier Asia: Empowering More Equitable...
Lakukan 4 Tips Ini Selama Berpuasa
Idealnya, Ramadhan menjadi bulan yang suci dimana orang-orang yang menjalankannya diuji baik secara fisik dan mentalnya, karena berpuasa tak hanya...
Awas TBC Mengintai Usia Muda
OBATDIGITAL - Mayoritas pengidap penyakit tuberkulosis (TBC) adalah pekerja usia produktif, menurut data Global TB Report 2022. Penderita TBC di...
Wings Gencarkan Program Baby Happy Diapers
WARTABUGAR - Indonesia menempati urutan ketiga negara fatherless country di dunia. Fenomena ini muncul akibat tidak adanya peran dan keterlibatan...
Kurangi Impor Kalbe Produksi Benang Bedah
WARTABUGAR - PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) melalui anak usaha PT Forsta Kalmedic Global memproduksi benang bedah sebagai upaya mengurangi...
Kalium Yang Ada Pada Daun Kelor Bermanfaat Bagi Tubuh
WARTABUGAR - Kalium atau potasium, salah satu jenis makro mineral yang sangat penting bagi kesehatan tubuh. Ada banyak manfaat kalium,...