Read Time:2 Minute, 36 Second

Obesitas kini memiliki risiko yang bertambah banyak. Tidak hanya dapat meningkatkan risiko terkena penyakit, jantung, hipertensi dan sebagainya. Kini yang terbaru, para peneliti yang menggunakan MRI telah menemukan tanda-tanda kerusakan yang mungkin terkait dengan peradangan pada otak remaja obesitas.

Itu menurut studi yang dipresentasikan minggu depan pada pertemuan tahunan Masyarakat Radiologi Amerika Utara (RSNA). Adalah tim periset dari Universitas São Paulo di Brasil

Seperti yang dilansir situs scitechdaily.com (29/11/2019), obesitas pada orang muda telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang signifikan. 

Di Amerika Serikat, persentase anak-anak dan remaja yang terkena obesitas meningkat lebih dari tiga kali lipat sejak tahun 1970-an, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit. 

Data dari Organisasi Kesehatan Dunia menunjukkan bahwa jumlah bayi dan anak-anak yang kelebihan berat badan atau obesitas berusia lima tahun atau lebih muda meningkat dari 32 juta secara global pada 1990 menjadi 41 juta pada 2016.

Studi peneliti Sao Paolo itu berdasarkan dari pemindaian sejenis MRI seperti difusi tensor imaging (DTI), suatu teknik yang melacak difusi air di sepanjang jalur materi putih pembawa sinyal otak.

Dari hasil pemeriksaan, memungkinkan para peneliti untuk mempelajari kerusakan ini secara langsung.

Untuk studi baru, para peneliti membandingkan hasil DTI pada 59 remaja obesitas dan 61 remaja sehat, usia 12-16 tahun. Dari DTI, para peneliti memperoleh ukuran yang disebut fractional anisotropy (FA), yang berkorelasi dengan kondisi materi putih otak. Pengurangan FA adalah indikasi meningkatnya kerusakan pada materi putih.

Hasil penelitian menunjukkan penurunan nilai FA pada remaja obesitas di daerah yang terletak di corpus callosum, seikat serat saraf yang menghubungkan belahan otak kiri dan kanan. 

Penurunan FA juga ditemukan di girus orbitofrontal tengah, wilayah otak yang terkait dengan kontrol emosional dan sirkuit hadiah. Tidak ada daerah otak pada pasien obesitas yang mengalami peningkatan FA.

“Perubahan otak ditemukan pada remaja gemuk yang terkait dengan daerah penting yang bertanggung jawab untuk mengendalikan nafsu makan, emosi dan fungsi kognitif,” kata ketua tim peneliti Pamela Bertolazzi, Ph.D. mahasiswa dari Universitas São Paulol.

Pola kerusakan ini berkorelasi dengan beberapa penanda peradangan seperti leptin, hormon yang dibuat oleh sel-sel lemak yang membantu mengatur tingkat energi dan simpanan lemak. 

Pada beberapa orang yang obesitas, otak tidak merespons leptin, menyebabkan mereka tetap makan meskipun cadangan lemaknya cukup atau berlebih. Kondisi ini, yang dikenal sebagai resistensi leptin, membuat sel-sel lemak menghasilkan lebih banyak leptin.

Kondisi memburuknya materi putih juga dikaitkan dengan kadar insulin, hormon yang diproduksi di pankreas yang membantu mengatur kadar gula darah. Orang gemuk sering menderita resistensi insulin, suatu keadaan di mana tubuh resisten terhadap efek hormon.

“Peta kami menunjukkan korelasi positif antara perubahan otak dan hormon seperti leptin dan insulin,” kata Bertolazzi. 

“Selain itu, kami menemukan hubungan positif dengan penanda inflamasi, yang membuat kami percaya pada proses peradangan saraf selain resistensi insulin dan leptin.”

Bertolazzi mencatat bahwa studi tambahan diperlukan untuk menentukan apakah peradangan ini pada orang muda dengan obesitas merupakan konsekuensi dari perubahan struktural di otak.

“Di masa depan, kami ingin mengulangi MRI otak pada remaja ini setelah perawatan multi-profesional untuk penurunan berat badan untuk menilai apakah perubahan otak reversibel atau tidak,” tambahnya. (asw)

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Air dan CO2, bisa jadi bahan bakar Previous post Peneliti Israel Sukses Ciptakan Bakteri Penyerap CO2
Penandatangan MoU Alfarmat, PRixa, dan DAV Next post Prixa-Alfamart-DAV Kembangkan Diagnosa Medis Dengan AI