Read Time:3 Minute, 7 Second

WWF merilis sebuah laporan bertajuk WWF’s 2019 Sustainable Banking Assessment (SUSBA), yang berisi hasil penilaian terhadap kinerja 35 bank di 6 negara anggota Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dalam tiga aspek yaitu lingkungan, sosial dan tata kelola (Environment, Social and Governance/ESG).

Laporan ini menjelaskan sejauh mana bank-bank itu mengintegrasikan ketiga aspek tersebut ke dalam kerangka kerja perusahaan yang meliputi enam pilar yaitu: Tujuan, Kebijakan, Proses, Sumber Daya Manusia, Produk, dan Portofolio.

Berdasarkan laporan ini, kinerja perbankan Indonesia meningkat dari tahun sebelumnya dan termasuk negara unggul setelah Singapura, sejajar dengan Thailand dan Malaysia. Namun kinerja ini belum merata penerapannya di seluruh bank nasional.

Dalam keterangan persnya (22/8/2019), WWF menyerukan agar seluruh bank di Indonesia segera meningkatkan kinerja yang setara. Hal ini dinilai penting, mengingat ASEAN khususnya Indonesia menghadapi ancaman nyata perubahan iklim dan penurunan kualitas lingkungan yang berpotensi menyebabkan ketidakstabilan ekonomi dan terganggunya kehidupan sosial.

Terlebih, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 51 tentang keuangan berkelanjutan sudah efektif berjalan mulai tahun ini.

Dari total 35 bank yang dinilai SUSBA, hanya empat bank (di Singapura dan Thailand) yang telah memenuhi setidaknya 50% dari 70 kriteria penilaian. Sedangkan untuk Indonesia, lima bank mencapai lebih dari 35% kriteria penilaian yaitu Mandiri, BRI, BJB, BNI dan Muamalat.

Laporan ini juga menilai bahwa Mandiri menunjukkan kemajuan yang paling baik dengan berhasil memenuhi 44% kriteria dan mengalami peningkatan 10 kriteria dalam rentang setahun ini. Total ada delapan bank nasional yang dilakukan penilaian di Indonesia, yaitu BRI, Mandiri, BCA, BNI, Panin, Permata, BJB dan Muamalat. 

Sebagai tambahan informasi, walaupun 51% bank lainnya hanya mampu memenuhi kurang dari 25% kriteria, namun 74% dari bank-bank di ASEAN menunjukkan kemajuan dari tahun sebelumnya.

Penerapan ESG pada industri perbankan di Indonesia ditunjukkan oleh BRI lewat diluncurkannya Sustainability Bond sebagai bentuk inovasi produk keuangan berkelanjutan. 

Hal ini selaras dengan DBS, OCBC, dan UOB yang telah mengambil sikap dengan tidak lagi memberikan pendanaan terhadap pembangkit listrik tenaga batubara dan menerapkan komitmen anti pembukaan hutan alam.

Empat bank di Indonesia (Mandiri, BRI, BNI, dan Muamalat) telah mengungkapkan kebijakan sektoral pembiayaan sawit, meminta sekaligus mendorong agar nasabahnya mendapatkan sertifikasi ISPO dan RSPO.

Namun demikian, kemampuan perbankan di Indonesia yang belum merata dalam mengelola aspek ESG ini, masih membuka kemungkinan tetap akan terjadi pembiayaan-pembiayaan terhadap kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip keberlanjutan.

“Otoritas Jasa Keuangan menyambut baik diluncurkannya laporan perbankan berkelanjutan di tingkat ASEAN ini.

“Temuan ini akan membantu bank-bank nasional melakukan pengukuran dan perbandingan sejauh mana kinerja lembaganya, juga membantu perancangan Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan yang lebih terarah berikut implementasinya,” kata Imansyah, Deputi Komisioner bidang Internasional dan Riset, Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Laporan tahunan WWF ini juga membantu lembaga jasa keuangan memahami perkembangan yang terjadi di tingkat regional ASEAN dan kaitannya terhadap perekonomian nasional di Indonesia,” sambung Imansyah.

Selanjutnya diprediksi bank-bank di ASEAN akan mengalami penurunan laba jika tidak secara aktif mendukung transisi ke arah ekonomi yang rendah karbon dan berkelanjutan.

Fakta lain memperlihatkan bahwa perekonomian ASEAN sangat bergantung pada bahan bakar fosil yang secara signifikan berkontribusi terhadap perubahan iklim.

Hal ini sejalan dengan laporan terbaru Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang menekankan bahwa apabila terjadi kenaikan suhu bumi lebih dari 1,5°C maka akan terjadi kerusakan lingkungan yang fatal.

Kenaikan suhu bumi sendiri dipicu oleh aktivitas bisnis yang meningkatkan emisi karbon. Untuk Indonesia, emisi karbon bersumber dari penggunaan dan perubahan lahan seperti pembukaan hutan alam dan gambut, energi berbasis fosil, transportasi dan limbah.

“Ekonomi ASEAN sangat terkait satu sama lain, sehingga potensi terjadinya dampak perubahan iklim dan kerusakan lingkungan lebih besar. Untuk memastikan terciptanya dunia usaha yang tangguh dan menjamin masa depan, maka perbankan di ASEAN harus mampu mengelola risiko perubahan iklim serta lingkungan di dalam portfolionya,” jelas Jeanne Stampe, Kepala Keuangan Berkelanjutan WWF Asia. (sgh)

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Orang buta di stasiun KA Previous post Ilmuwan Swiss-Italia Kembangkan Teknologi Baru Atasi Kebutaan
Kerjasama golf Palm Spring-Pacific Links Next post Sinar Mas Land-Pacific Links Tingkatkan Kunjungan Wisata Golf di Batam