BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan kedatangan tamu penting. Mereka adalah para peneliti dari lembaga penelitian internasional ternama, Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) University of Washington, Amerika Serikat. Mereka datang ke kantor BPJS Kesehatan, Jl Soeprapto, Jakarta Pusat.
Di situ IHME ditemani mantan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi. Mereka datang untuk melakukan kolaborasi penelitian bersama di bidang kesehatan.
Menurut IHME, sebagai penyelenggara jaminan kesehatan dengan jumlah peserta terbanyak sedunia, angka pemanfaatan pelayanan kesehatan yang tercatat selama lima tahun BPJS Kesehatan beroperasi, juga bisa dikaji lebih dalam guna memproyeksi tren penyakit ke depan. Dengan demikian, pembiayaan JKN-KIS bisa dialokasikan untuk upaya pencegahan penyakit tersebut.
Direktur Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) University of Washington, Prof. Christopher Murray yang ikut hadir, mengatakan dalam keterangan persnya (8/4/2019), terjadi pergeseran tren penyakit di Indonesia selama 27 tahun terakhir.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Prof. Murray sebelumnya, pada tahun 1990, gangguan persalinan (neonatal disorders) menempati urutan pertama sebagai kasus penyakit terbanyak yang terjadi, disusul oleh infeksi saluran pernapasan bawah, gangguan pencernaan, tuberkulosis, dan stroke.
Namun pada tahun 2017, stroke melejit ke urutan teratas, diikuti oleh penyakit jantung, diabetes, gangguan persalinan, serta tuberkulosis. Di antara sekian faktor yang menyebabkan perubahan tren penyakit tersebut, salah satunya adalah gaya hidup.
“Pada skenario yang kami kembangkan berbasis hasil penelitian sebelumnya, pada tahun 2040 penyakit jantung diprediksi akan menempati peringkat pertama. Disusul dengan stroke, diabetes, gagal ginjal kronis, dan tuberkulosis,” kata Murray.
Empat dari lima penyakit tersebut merupakan penyakit tidak menular yang sebetulnya bisa dicegah melalui upaya promotif dan preventif. Menurut Murray, ada beberapa hal yang berkontribusi atas munculnya penyakit-penyakit tersebut, yaitu tekanan darah tinggi, gula darah tinggi, obesitas, pola makan, dan rokok.
Ia mengungkapkan, kolaborasi penelitian di bidang kesehatan bersama BPJS Kesehatan diharapkan dapat membantu memprediksi tren penyakit di masa yang akan datang, sehingga upaya promotif dan preventif bisa dipersiapkan sejak dini.
Selain itu, juga untuk memetakan pola persebaran penyakit di daerah-daerah Indonesia, sehingga upaya promotif preventif yang dilakukan berjalan efektif sesuai dengan kondisi dan karakteristik masing-masing daerah.
Hal itu dikuatkan oleh Nafsiah Mboi yang turut hadir dalam acara tersebut. Ia mengatakan, kontribusi yang bisa dilakukan masyarakat adalah dengan berkomitmen menjaga kesehatan.
Menurutnya, hampir semua penyakit bisa dicegah dengan mengubah perilaku dan pola hidup menjadi lebih sehat, seperti memperhatikan asupan makanan, olahraga teratur, istirahat cukup, dan menjauhi rokok.
Kalau dilihat dari kajian Sub National Burden of Disease, ada beberapa faktor risiko utama, di antaranya pola makan, hipertensi, obesitas, dan rokok.
Sebagai contoh, makin cepat seseorang mulai merokok, maka makin cepat ia terkena penyakit tidak menular. Hampir semua penyakit tidak menular itu muncul akibat rokok.
“Kita harus lihat future trends, ke depan pola penyakit yang muncul seperti apa. Upaya pencegahan jangan dimulai ketika permasalahan sudah terjadi, justru harus dari sekarang promotif preventif kesehatan digencarkan,” ucap Nafsiah.
Ia juga mengatakan bahwa masyarakat mempunyai andil yang sangat besar dalam menjaga keberlangsungan Program JKN-KIS. Terlebih, saat ini sudah ada 219,6 juta jiwa atau lebih dari 82% penduduk Indonesia yang tercatat sebagai peserta JKN-KIS.
Masyarakat harus menjadi peserta yang baik. Peserta yang baik itu ya harus membayar iuran teratur, tidak menunggak. “Saya selalu bilang, iuran JKN-KIS itu sudah terendah sedunia. Sementara benefit yang diberikan meliputi pelayanan kesehatan berbiaya mahal, seperti jantung, stroke, dan sebagainya. Semuanya ditanggung,” kata Nafsiah.
Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan mengatakan, pihaknya siap turut serta dalam kolaborasi penelitian di bidang kesehatan bersama IHME University of Washington, juga para peneliti dan akademisi lainnya yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
Menurut Fachmi, kehadiran Program JKN-KIS membawa perubahan yang signifikan terhadap sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Tentu kami membutuhkan masukan dari berbagai pihak, termasuk akademisi dan peneliti, baik dari dalam negeri maupun dari mancanegara.
:Kami dengan senang hati membuka kesempatan untuk berkolaborasi melakukan riset bersama di bidang kesehatan. Harapannya, hasil riset tersebut dapat menjadi bahan evaluasi untuk menyempurnakan pelaksanaan JKN-KIS,” kata Fachmi.(sah)
*
About Post Author
Berita Lainnya
Kenali Gejala Demensia
WARTABUGAR - Pada tahun 2050, diperkirakan ada 4 juta Orang Dengan Demensia di Indonesia. Alzheimer's Indonesia (ALZI) dan Alzheimer's Disease...
Perhatikan, Ini Penyebab Anak Susah Makan
WARTABUGAR - Belakangan ini kita melihat banyak anak yang mengalami kesulitan makan. Tidak mau ketika diajak makan. Prof. dr. Badriul...
Kendalikan Stres Dengan Cara Ini
WARTABUGAR - Setiap tahunnya, jumlah penderita masalah kesehatan mental di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini tercermin dalam hasil...
Untuk Meningkatkan Penggunaan Kontrasepsi, Kampanye #AyoPasangIUD Diluncurkan
OBATDIGITAL - Menindaklanjuti pesan Presiden Jokowi pada Hari Keluarga Nasional tahun 2022 lalu untuk menjaga jarak antar kelahiran minimal tiga...
Peran Dokter Penting Dalam Pencegahan Resistensi Antimikroba
OBATDIGITAL - Resistensi antimikroba merupakan isu kesehatan paling penting bagi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setelah organisasi kesehatan di bawah naungan...
Ini Tips Untuk Mengelola Stres
WARTABUGAR - Dalam lingkungan kerja yang serba cepat dan menuntut saat ini, depresi menjadi masalah serius yang dihadapi semua pekerja,...