Kabar gembira buat penderita tuberkulosis (TB). Selama ini dokter selalu mengandalkan isoniazid, obat yang sudah berusia puluhan tahun yang saat ini menjadi salah satu pengobatan standar TB. Namun kini ada antibiotik eksperimental baru untuk TB telah terbukti lebih efektif melawan TB daripada isoniazid.
Dalam studi pada tikus, obat baru tersebut memiliki kecenderungan yang jauh lebih rendah untuk mengembangkan resistensi. Selain itu, obat tersebut tetap mendekam di tubuh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan tinggal tinggal lebih lama, sehingga dapat lebih efektif membunuh kuman tersebut.
Riset yang digarap Profesor Gregory T. Robertson, PhD, dari Departemen Mikrobiologi, Imunologi, dan Patologi, Colorado State University, Fort Collins, Amerika Serikat ini diterbitkan 11 Februari di Antimicrobial Agents and Chemotherapy, sebuah jurnal dari American Society for Microbiology, dan dilansir oleh situs sciencedaily.com (11/2/2019).
Menurut Robertson, tujuan dari program pengembangan obat TB adalah untuk mengembangkan rejimen pengobatan universal yang akan mempersingkat dan menyederhanakan pengobatan TB pada pasien. Selama ini pasien biasanya harus meminum obat non-stop selama setidaknya enam bulan, dan kadang-kadang lebih dari satu tahun.
Nah pbat baru, yang disebut AN12855, memiliki beberapa keunggulan dibandingkan isoniazid. Isoniazid, memerlukan konversi ke bentuk aktifnya oleh enzim Mycobacterial, KatG, untuk membunuh patogen, yang menciptakan beberapa masalah. Pertama, pada beberapa M. tuberculosis, KatG tidak berfungsi.
Cara kerja tersebut justru tidak membuat bakteri M. tuberculosis kurang menyebabkan, tetapi sebaliknya mencegah obat bekerja dengan baik.Itulah yang menciptakan jalan mudah untuk bakteri untuk menjadi lebih resistens terhadap obat.
Tidak demikian dengan AN12855. Dalam studi tersebut, para peneliti menggunakan model tikus TB baru yang mengembangkan granuloma yang mengandung M. Tuberculosis. Tikus tadi dibagi dua kelompok: yang mendapat isoniazid dan AN12855 . “Obat ini terbukti lebih efektif, tanpa menimbulkan resistensi obat yang cukup besar,” kata Robertson.
“Studi kami juga lebih lanjut memvalidasi penggunaan model efikasi tikus TB baru (dijuluki C3HeB / FeJ) sebagai alat penelitian untuk mempelajari dampak peningkatan tingkat penyakit mirip manusia pada aktivitas dan distribusi antibiotik TB yang ada dalam berbagai tahap. Pengembangan,” sambung Robertson.
TB menjadi salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia. Menurut WHO, 10 juta orang jatuh sakit dengan TB pada tahun 2017 dan 1,6 juta meninggal karena penyakit itu. “Resistansi multi-obat adalah tantangan lebih lanjut untuk misi mengendalikan TB secara global, katanya.
About Post Author
Berita Lainnya
Yuk Selamatkan Bumi Dengan Tak Buang Sampah Plastik di Laut
Prancis bersama Kementerian perikanan dan Kelautan adakan proyek soal sampah plastik di laut. Banyak ekosistem laut bakal terganggu bila sampah plastik dibiarkan mengambang di laut.
KPop Akan Tayang Streaming di TwitterBlueroom , Nonton Yuk
#TwitterBlueroom, streaming langsung yang telah menarik perhatian penggemar Kpop di seluruh dunia, kini akan menampilkan K-Drama (Drama Korea)
Wah, Mahasiswa UMT Dapat Pinjaman Tanpa Bunga Dari Pintek
intek, perusahaan financial technology untuk pendidikan, kerja sama dengan Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT). Bentuknya, memberikan akses pendanaan bagi mahasiswa UMT dengan program tanpa bunga.
Lima Pemain Kripto Dirikan Bursa Berjangka Digital
pbit, Indodax, Zipmex, Pintu dan Pedagang Fisik Aset Kripto lainnya di Indonesia yang telah terdaftar pada Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) – bersama-sama mendirikan PT. Digital Future Exchange (“DFX”).
Saniter-GoJek Perkenalkan Program J3K
[caption id="attachment_9860" align="aligncenter" width="715"] kerjasama Sanietr-Gojek[/caption] WARTABUGAR – Guna melindungi masyarakat Indonesia saat bepergian dengan kendaraan umum di masa pandemi...