Selama ini orang mengenal tanaman rami, yang akarnya digunakan sebagai tali. Tapi kini para ilmuwan telah menunjukkan bahwa biji rami juga bermanfaat membantu mengelola kolesterol dan melawan peradangan.
Dalam sebuah studi terbaru pada tikus, sebuah timpeneliti gabungan dari Universitas Kopenhagen, Denmark dan Universitas Gothenburg, Swedia, menemukan bahwa biji rami memfermentasi serat di usus dan memengaruhi mikrobiota gastrointestinal alias saluran cerna.
Proses ini, kata Tulika Arora, ketua tim peneliti, memiliki dampak positif pada kesehatan metabolisme. Ini juga tampaknya melindungi terhadap obesitas dalam konteks diet tinggi lemak.
Seperti dilansir situs medicalnewstoday.com (6/2/2019), para peneliti merinci temuan ini dalam makalah studi – penulis pertama adalah Tulika Arora – yang sekarang muncul di American Journal of Physiology: Endocrinology and Metabolism.
Makalah studi baru juga merupakan fitur Februari untuk APSselect. The American Physiological Society menerbitkan kedua jurnal tersebut. “Mikrobiota usus adalah faktor lingkungan yang mengatur adipositas dan toleransi glukosa pada tikus dan manusia,” ujar Arora.
“Diet merupakan salah satu faktor utama yang membentuk mikrobiota usus dan mengubah mikrobiota usus melalui diet telah terlibat sebagai cara yang menarik untuk meningkatkan metabolisme inang.”
Menurutnya, biji rami, yang kaya serat, memulai proses pemecahan (fermentasi) setelah mencapai usus. Secara umum, pemecahan serat makanan dapat menghasilkan perubahan yang menyehatkan pada mikrobioma usus, yang, pada gilirannya, bermanfaat bagi kesehatan metabolisme.
Namun, sambung Arora, ada sedikit penelitian yang melihat bagaimana serat biji rami, khususnya, mempengaruhi kesehatan setelah fermentasi dalam usus. Nah, tujuan studi baru ini adalah untuk mengisi kesenjangan ini.
Untuk melakukannya, para ilmuwan melakukan ujicoba dengan tikus. Tikus-tikus dibagi menjadi empat kelompok. Mereka memberi makan tikus dalam setiap kelompok empat jenis makanan yang berbeda.
Kelompok pertama menjalani diet standar dengan 4,6 persen serat kedelai – yang merupakan kelompok “diet kontrol”. Kelompok kedua diet tinggi lemak, tanpa serat -kelompok “diet tinggi lemak”. Kelompok ketiga, diet tinggi lemak dengan 10 persen serat selulosa yang tidak bisa dicerna – ini adalah “diet selulosa”. Sedangkan kelompok terakhir merupakan diet tinggi lemak dengan serat biji rami 10 persen – ini adalah “diet biji rami”.
Kemudian, untuk mengeksplorasi perubahan metabolisme apa yang terjadi pada hewan pengerat yang mengkonsumsi berbagai makanan, para ilmuwan melihat berapa banyak oksigen yang digunakan hewan, berapa banyak karbondioksida (CO2) yang mereka hasilkan, berapa banyak makanan yang mereka makan, dan berapa banyak air yang mereka minum, seperti serta berapa banyak energi yang mereka habiskan. Mereka melakukan diet masing-masing selama 3 bulan.
Para ilmuwan juga mengambil sampel dari ceca tikus – yaitu, segmen di awal usus besar – untuk melihat bagaimana kandungan bakteri dan produk biologis lainnya telah terpengaruh.
Dibandingkan dengan tikus dari kelompok eksperimen lain, mereka yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak memiliki tingkat bakteri usus yang lebih rendah terkait dengan kesehatan metabolisme yang lebih baik, lebih sedikit asam lemak “baik”, dan bakteri dalam kadar tinggi yang terkait dengan obesitas.
Dalam kasus tikus yang memakan selulosa atau biji rami, keanekaragaman bakteri dalam usus telah mencapai keseimbangan yang lebih sehat pada akhir periode 12 minggu.
Juga, tikus dalam kelompok diet biji rami lebih aktif secara fisik pada akhir periode penelitian, dan mereka menunjukkan kenaikan berat badan yang lebih sedikit dibandingkan dengan tikus lain.
Dalam melihat kandungan ceca tikus ini, para ilmuwan menemukan bahwa bakteri usus membantu memecah serat yang ada dalam cangkang biji rami. Akibatnya, bakteri ini juga pada akhirnya menghasilkan asam lemak sehat yang lebih tinggi.
About Post Author
Berita Lainnya
Gunakan Masker, Asap Knalpot Bisa Bikin Stroke!
riset terbaru yang digarap peneliti Swedia menunjukkan kaitan antara asap knalpot dan kejadian stroke. Karbon hitam pada asap menyumbat pembuluh darah otak.
Indonesia Perlu Lakukan Pengurangan Risiko Akibat Tembakau
Berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan dalam menekan angka perokok di Indonesia, namun hasilnya belum optimal.
Ingat, Rambut Bisa Menjadi Awal Serangan Kanker Kulit
Studi baru menunjukkan bahwa melanoma, sejenis kanker kulit, tidak hanya bermula dari kulit, tetapi juga di dalam folikel rambut. Ketika mereka menjadi kanker, sel-sel kemudian meninggalkan folikel dan pindah ke lapisan terluar kulit, atau epidermis.
Cahaya Bisa Memperbanyak Sel Pankreas Untuk Hasilkan Insulin
Peneliti Tufts University, Massachusetts, Amerika Serikat berhasil mentransplantasikan sel beta pankreas yang direkayasa ke dalam tikus diabetes.
Rutin Minum Yogurt Bisa Terhindar Dari Kanker Paru
Studi terbaru menunjukkan bahwa mengonsumsi yogurt dapat mengurangi risiko terkena kanker paru. Bakteri baik pada yogurt berperan menjaga kesehatan paru.
Angels Initiative Ajak RS Terapkan Layanan Stroke Terpadu
Menyambut Hari Stroke Sedunia pada 29 Oktober, Angels Initiative mendorong rumah sakit (RS) di Indonesia untuk menjadi RS stroke lewat Angels Initiative.